Di siang yang panas dalam bus Trans Jogja.....
Ada seorang bapak naik dari halte Malioboro. Dia mengenakan topi dan baju lecek basah oleh keringat disekujur tubuhnya. Sepatu yang dikenakannya terlihat bolong pada bagian depannya.
Di tangan kiri si bapak ada buku mewarnai bergambar anak laki-laki berpeci dan anak perempuan berjilbab. Karena bus penuh penumpang (maklum hari libur), bapak tadi cuma berdiri sambil memegang sepeda mini yang kelihatannya sih, menurut aku nggak baru lagi. Tapi seluruh body sang sepeda ditutupi plastik. Semua orang di sekeliling si bapak tadi menggerutu. Kurang lebih gara-gara sepeda si bapak makan tempat dalam bus - yang penuh sesak dan berjalan lambat itu - pastinya.
But it doesn't matter, si bapak terlalu memperhatikan sepeda mini itu, sambil berulang kali mengelap- ngelap (mungkin) debu yang menempel di plastik sepeda mini itu.
Batinku, betapa cintanya bapak itu dengan anaknya. Berpeluh, berdesakan, pulang membawa hadiah untuk anaknya. Berharap menerima lengkingan kegembiraan dari mulut mungil anaknya saat mereka mendapati bapaknya membawa kado spesial yang barangkali, buat orang kebanyakan, tak seberapa itu.
Ah, aku jadi senyum-senyum sendiri membayangkannya. Teringat dulu, ketika bapakku melakukan hal serupa dengan bapak tadi. Membelikanku sebuah sepeda, sepeda balap lagi!. Soalnya aku inget, bapakku belingsatan nyari-nyari sepeda balap warna hijau (warnanya harus ijo, request maksa dariku) di toko-toko di sekitar Glodok. Gara-garanya aku ngancem gak mau makan kalau gak dibelikan sepeda balap, sepeda balap yang harus warna hijau ( padahal kan nggak mungkin juga aku mampu mogok makan :p )
Ketika aku SMA dan mendadak ada acara kerohanian di sekolah dimana pesertanya harus memakai baju muslim (mengenakan jilbab), bapakku tunggang langgang cari jilbab di pasar Tanah Abang sendirian saja, demi diriku yang malu pergi ke acara tsb bila tidak pakai jilbab. ( Ya Allah lapangkanlah kuburan beliau...)
Seingetku dulu kata kakak-kakak dan saudara-saudara yang lain, bapak pasti nyerah dan mau saja nurutin permintaanku yang (asli) sok najong dan nggak banget ituh, hahaha....Wah, betapa laki-laki mampu berubah secara demikian significant demi cintanya kepada anak-anak mereka.
(terangkanlah kuburannya, Ya Allah yang Maha Pengampun...)
Tapi ntar dulu... Gak berapa lama, setelah diriku senyam-senyum sendiri, aku terusik. Aku mendengar mas-mas ganteng (necis dan trendy plus wangi itu) yang berdiri di sebelahku bilang, "Bapak itu nggak sadar banget sih kalo dia menganggu ketertiban umum??Ini kan bus AC", sambil akhirnya melengos. Aku, sambil menampakkan muka yang manis banget (baca: geregetan) , ngelirik ke mas-mas ganteng tadi, sambil mbatin.."Ya, Allah...please not again..."
Entahlah, aku selalu bertemu orang-orang yang seolah mereka sepenuhnya ainul yaqin jika mereka fully-equipt, well-educated, untouchable, dari kasta mulia, serta tau dan mengerti betul secara detail tentang segala aturan kemanusiaan.
Audzubillahiminassyaiton, lirihku. Benar kata guru ngajiku, jangan membayangkan setan itu dimana, bayangkan raimu dhewe (artinya: mukamu sendiri), karena syaithon adalah akibat dari prana/energi negatif yang kita ciptakan sendiri, yang membangkitkan proses sosial destruktif baik secara fisik ataupun secara kejiwaan.
Lantas, setelah itu, berputar-putarlah pertanyaan yang ingin sekali aku tempelkan di jidat mas-mas ganteng yang wangi tadi, " Hey!! Menurut loh, apakah kesopanan seseorang, kenecisan penampilan seseorang, identik dengan realitas moralnya???". Namun, kata-kata indah yang hampir saja keluar dari mulutku, hanya mampu sampai ke hati saja.
Muke gile!. Ternyata mas-mas ini masih bermasalah dengan tampilan luar seseorang. Hmm..masih sakit mentalnya.
Seseorang, supaya mulia dimata masyarakat, harusnya terus menimba ilmu lewat perilaku. Melakukan 'tapa prihatin' dengan tujuan mencapai keperkasaan, mengurangi makan dan tidur. Lalu, kita juga dapat melatih bathin agar mampu menangkap kepekaan serta tanda-tanda di sekitar kita, agar kita jangan hanya mampu untuk sekedar menjalani hidup secara kaku, melainkan mampu "hidup" luwes.
Seorang kawan, sebut saja om Jabrik, kemarin bilang padaku, "aku ingin menjadi bodoh dan bebal, karena makin sedikit aku tahu...aku akan makin bahagia".
Analoginya, bisa jadi seperti anak kecil yang selalu bahagia-bahagia saja, pergi main, berlari-lari, belajar menggambar yang disukai, jikapun akhirnya capek, dia lalu akan minum susu sebelum akhirnya tertidur. Dan seterusnya: mengalami pengulangan yang serupa.
Aku sebetulnya agak tergelitik dengan pernyataan si om yang jabrik tadi. Sejauh yang kukira, tidak harus berhenti pada kerelaan--kerelaan untuk menjadi sedikit tahu (tidak paham) terhadap hidup agar menjadi bahagia.
Ada sesuatu yang lain, yang dapat membuat kita lebih bahagia jika kita bersikeras untuk tahu dan memahami aliran hidup. Well, nggak harus 100% paham, aku yakin 10% pahampun sudah cukup.
Yah, sederhana saja, seperti saat kita memahami kerelaan sang bapak tadi, memanggul-manggul sepeda di siang yang terik demi kecintaannya terhadap anak. Jika saja mas-mas ganteng tadi merasakan keindahan-keindahan itu. Hmm....
Padahal, menurut riwayat, Nabi Khaidir - Sang guru kehidupan, hadir kepadamu dengan suatu jenis performance yang kau benci, kau usir, yang kau tolak tadahan tangannya. Hmm, gimana mau dapat ilmu tentang kehidupan kalau mentalnya masih retarded begitu? (pahami dong, wahai mas-mas berwajah ganteng).
Semoga Kau limpahi rahmat kepada para lelaki yang mencintai keluarga dan anak-anak mereka dengan seluruh jiwa dan raga yang mereka punya, wahai Tuhanku Yang Maha memuliakan orang-orang yang Engkau kehendaki.
39 komentar:
Izinkan saya mengamankan mahalnya PERTAMAXXXX
Beli yang murah, premium aja
Ikutan dung, mau yang murah juga, salam kenal
salah satu bentuk cinta yang nyata..
tanpa banyak kata2, lakukan saja..
salut buat si bapak, semoga dia bahagia dengan hidupnya.. :)
tadi barusan baca di blognya mbak reni, kisahnya serupa mbak. tentang orang tua yang sangat cinta kepada anaknya. pasti mereka bangga mbak punya ortu seperti itu
di blogku ada pesta kecil2 an mbak. datang ya... :)
hidih ganteng luarnya tapi gak ganteng banget dalemnya, amit-amit jabang bibeh, syirik kali tu orang gak pernah dbelikan sepeda ma bapake:p
nih mbak tak pinjemin cermin biar ndak perlu susah-susah membayangkan:p
amin ya robbalalamin semoga ndak cuma para lelaki saja tapi para wanita juga senantiasa di limpahi rahmat Nya^_^
Mbak.., ceritanya menyentuh. Sungguh besar rasa cinta sang ayah kepada buah hatinya.
Andai saja mas-mas yang (pasti gak) ganteng itu sadar akan hal ini maka dia tak akan berkata tak sopan kepada bapak-2 tadi.
Maksih udah berbagi cerita yg indah ini mbak.
Guru kehidupan memang bisa kita temukan darimana saja mbak... Andai kita mau membuka mata dan batin kita ya...?
Kisah penuh makna yang menarik untuk dibaca pagi ini. Begitula besarnya cinta sang ayah kepada anaknya. Selamat pagi mbak Tisti.
Seorang ayah yg bijak pasti akan berbuat apa saja untuk sang buah hati ,karena cinta kasihnya.
* Makasih mba sepagi ini sudah mendapat pencerahn...
Wujud Cinta seorang bapak terhadap sang buah hati,... hiks..hiks.. jadi inget almarhum bapak.
Moga saja ada Mas-mas berwajah ganteng yang membaca postingan ini sehingga hatinya dapat tergugah.
Koment rumahnya, ternyata baru yah mbak? rajin banget :)
Terimakasih komennya di blog :). Kebaikan tanpa di suarakan dan sang lelaki ganteng menyuarakan ketidakbaikan. Fiuh.. simbolik hidup, jangan2 sang lelaki ganteng tak sepeka lelaki berbaju tak seindahnya. Mbak, analisanya panjang yah? terkadang, saya pengen juga bisa nulis panjang2 kek gini, tapi, ko yah sulit :D
Asli, saya suka berkaca-kaca sendiri setiap melihat wujud cinta seseorang kepada anak-anaknya yang demikian sederhana namun kaya makna.
Terima kasih postingannya, mbak
mau curhat nih, beberap kali masuk ke blognya Anazkia, kok sekarang musti ada izin dulu ya. Dan setiap kali masuk (ada lebih dari 5X) gak ada izin. Mohon solusi dong ... hiks ..
boleh saya berkunjung disini.. :)
Saya hanya bisa berkata "Allaahumma igfirlahu warhamhu".
Salam kenal dan hangat Mba'.
Mbak Tisti..Lama gak berkunjung kesini,begitu datang disuguhi cerita yang mantap..Makasih sharingnya Mbak..
nggak semua orang yang dandanannya rapi berarti rapi pula hatinya mbak. cukuplah kita sadar diri, siapa kita di dunia ini sehingga cukup pantas mengomentari hal yang dikerjakan oleh orang lain yang kita anggap adalah salah. cukuplah mengingatkan atau menegur mereka, itu rasanya lebih baik daripada mengumpat di belakang
Ayah yang baik akan selalu bijak dalam mengambil keputusan
hmm postingan mbak Tisti bener2 oke..
salam sobat
wah JABRIK ,kok malah pingin bodoh dan bebal sih,,,padahal banyak orang pingin pintar agar dapat banyak pengetahuannya.
saluut buat sang bapak yang begitu cintanya pada anaknya.
maaf cuman mampir...
ceritanya menyentuh sis,betapa besar jasa mereka(bapak) untuk kita ya?
Nice post.
saluutt ihhh.. buat si bapak,, cinta keluarga banget yeee.. kalo mas2 yang ganteng itu siihh,, kayaknya cuma bagus diluar aja,, dalemnya... auuu ahh gelap... hehehe... :p
ceritanya inspiratif sekali, mbak tisti. tebersit keharuan membaca kisah sang bapak penumpang trans jogja dan almarhum bapak mbak sendiri. dan miris sekaligus kesel dengan sikap si mas-mas ganteng sok-borjuis-dan-kasta-tinggi-yang-tidak-sensitif itu. mudah-mudahan allah membuka pintu hatinya untuk lebih empati pada orang lain.
*padahal saya demen banget kalau mbak tisti "memberi pelajaran" pada itu orang*
Namun, kata-kata indah yang hampir saja keluar dari mulutku, hanya mampu sampai ke hati saja.(hohoho...aku paling suka kata2 ini)
btw, ternyata setan itu berwajah ganteng ya mbak, meski perangainya ga ganteng. hihiii
kasih sayang..
di ungkapkan dengan berbagai cara..
selalu indah..
kisah yang sangat inspiratif mbak
nek aku ra wani mbayangke raiku mbak, masalahe kolo2 yo rodho ambyar jueee wkwkwkkwkwkw!!
cerita ini cerita dengan alur dan waktu pembelajaran.. hmmm apik!
saya ingat almarhum Abah saya Mbak Tisti,
dulu waktu masih kuliah, kost dikota lain, trs dua minggu sekali pulang kerumah, mesti naik kendaraan umum, tapi saya biasanya bandel, sengaja mengulur waktu pulang, sehingga ada alasan untuk minta diantar Abah naik motor kembali ke rumah kost.
saya ingat pesan Beliau, jangan hanya bisa pasang panel listrik (dulu saya kuliah di teknik elektro) tapi bikin sambel juga harus bisa :)
(Semoga Allah mengampuni dosanya dan menerangi kuburnya)
terima kasih Mbak,
postingnya dalam dan menyentuh kalbu
makasih mbak udah memberiku satu lagi pelajaran kehidupan...wahh, soal2 ujian nya bakalan banyak nich buatku...:p
cinta keluarga,itu yang utama
Harusnya kita mesti kasihan sama mas2 ganteng itu, mbak! Karena hati yg murni juga adalah karunia dariNya, selain juga usaha dari manusia. Mungkin si mas tadi belum mendapatkannya, maka ia belum bisa merasakan kebahagiaan yg sesungguhnya. kasihan kan?
Setiap denger Malioboro, kangen lagi ke sana..
pengen komen disini walau dah lama, soalnya uraiannya sangat menyentuh sekali...Tq 4 sharing Sist :) ..btw salam kenal ya :)
salam kenal...critanya sangat menyentuh...
. ikutan dong
. saya jadi penasaran pengen tahu.
hehhee..tidak paham akan hidup aagar hidup bahagia...aku pusing tapi bisa bikin aku ketawas diit
nice post :)
Posting Komentar
Tulislah komentar, walau hanya satu kata....
^_^