Loading...

Tampilkan postingan dengan label Curhat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Curhat. Tampilkan semua postingan

Kamis, Maret 25, 2010

.....Patah......



Dia menatap gundukan makam itu dalam hening. Tanah basah yang terguyur hujan sepanjang malam kemarin penuh dengan tebaran bunga mawar dan melati. Udara panas menyengat pagi menjelang siang itu. Tapi tetap saja terasa dingin... mencekik paru-paru, namun tak membuatnya beranjak lalu. Matanya basah tapi bahunya tak bersedu sedan. Kaku yang merindu. Merindukan sesuatu yang tidak bisa ia jangkau kembali.

“Bu, maaf jika aku tak pernah bisa memenuhi janji itu..” dia bermonolog dalam hati di depan makam.

Dipejamkan paksa matanya yang panas untuk memeras air mata terakhir yang bisa ia hempaskan. Matahari makin menghujam, hingga bulir2 keringat meretas, membasahi serat-serat kerudung, menembus masuk ke kepala, ke otak, lalu ke jantungnya.
Di dada, terasa pahit, namun melegakan. Setidaknya dia merasa punya alasan untuk datang kembali ke tempat ini.

Sepenggalan waktu berlalu. Dia akhirnya beranjak pergi memunggungi gundukan tanah basah yang kembali sepi.

Dia tak kuasa mengingat kembali semuanya, saat beberapa bulan lalu, perempuan tua itu, menatapnya untuk yang terakhir kali, lalu bertanya dan memaksanya berjanji.
"Nanti...kalau Rashif sunat....disini aja ya..Ibu pengin liat Rashif sunatan disini"

Buliran bening berhamburan di pelupuk matanya. Pandangannya buram tertutup airmata.

Ibu.....
Satu kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.

Ibu... adalah segalanya. ibu adalah penegas kita dikala lara, impian kita dalam resah, rujukan kita di kala nista.
Ibu... adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi.
Siapa pun yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.

Terbayang juga pendaran wajah tua itu, kala tertawa, saat berjalan tertatih2 dengan kaki yang mulai ringkih akibat penyakit diabetes yang di deritanya.
Sempatkah dia berucap maaf untuk yang terakhir kalinya kepada perempuan mulia yang melahirkannya? Sempatkah dia sentuh mata hitamnya yang tiada terlupakan? Sempatkah dia ungkap segala cinta di sepanjang hidupnya hingga dia pun telah menjadi seorang ibu?

Semua pertanyaan itu terbungkus dalam satu flash yang melintas dan menjepit syaraf-syaraf di otak dia hanya dalam hitungan, well... mungkin, millisecond. Hanya pertanyaan yang tanpa jawaban. Kosong menghampar pada nanar pandangannya, juga...mungkin hatinya...saat itu.

Sebenarnya, mana yang lebih kita takuti dari kematian: kehilangan apa-apa yang kita miliki sekarang, atau ketidaktahuan kita pada apa yang akan kita hadapi setelahnya? tidak, dia tak mau bertanya ataupun menjawab, dia telah menerimanya....dengan ihklas. Menerima untuk merasa tak memiliki siapa-siapa dan tak dimiliki siapa-siapa, berwujud pasrah, sebuah perasaan dengan titik terendah.

Lalu...Doa-doa pun didaraskan oleh semua orang yang menyayangi beliau membaluri seluruh jiwa dan raga yang seakan patah....


Ya Rabbi...
jagalah ibuku selalu...,
cintailah ibuku melebihi cintanya padaku
hadirkan selalu keridhaanMu, sebagaimana ibuku selalu menghadirkan kebahagiaan dalam relung jiwaku.
tuntunlah ibuku menapaki jalan surgaMu, sebagaimana ia selalu menuntunku tuk semakin mengenalMu.
dan baikkanlah akhir hayatnya, melebihi baiknya kemuliaan ahlak yang ia ajarkan padaku.
READ MORE - .....Patah......

Senin, November 02, 2009

Tidur Tengkurep


Akhir-akhir ini aku lagi punya hobi aneh.."tidur tengkurep.." Padahal dulu, tahun2 yang lalu, mana betah aku tidur tengkurep.. Tengkurep... adalah posisi paling tidak nyaman buat ku, tapsekarang?? terasa nyamaaaaaan banget..

Hidup itu emang aneh..

Apa yang sebelumnya kita anggep nggak mungkin,
tiba-tiba jadi mungkin. Apa yang sebelumnya kita gambar di
lukisan imajinasi kita,
tiba-tiba hasil nyatanya jadi beda banget..

Well.. perubahan itu terjadi bisa jadi karena hidup manusia itu berstruktur..

Jadi, kalo kita mengalami stagnasi secara berlebih..
atau at least menemukan sistem yang berdiri terlalu
absolut dan nggak harmonis, bisa jadi sistem semesta bakal automatic ngubah itu semua..

Awkward..
Bizzare..
Outstanding..
Alias aneh..

Tapi menurut ku.... disitulah letak keadilan.. Terkesan asing dan nggak penting memang..
but it did happen to me!!

Aku rasa bukan semesta yang ngerubah semua itu in hell automatic, tapi kayaknya.. emang udah diatur kayak gitu…

Tuhan memang tahu yang terbaik buat kita semua.. Dan itu semua karena dasarnya kita manusia memiliki pengetahuan yang sangat terbatas di bandingkan dengan ilmuNYA....

Kita terlalu banyak nggak ngerti dibanding ngertinya..
Tapi Tuhan Maha Pengampun....
Dia yang Maha
sempurna, Maha mengetahui segalanya..

Semisalnya aja dulu..
Aku gila pengen jadi Dokter.
Eh, malah dikasihnya jadi Arsitek.
Yang jaman aku SMA, jadi suatu hal yang nggak terbayang dalam pikiranku...**mau bilang...., nilai senirupa gambarnya jelek**

Dulu, pengen banget bekerja di salah satu gedung tinggi, memakai setelan blazer dan sepatu highheels.

Eh, sekarang....cukup kerja di rumah, depan komputer, utak atik 3Dmaxs, Autocad dan Archicad masih pake daster....( catat : daster!!).., malah kadang2 belom mandi... (-_-)

Padahal sekarang.. jelas kenyataannya beda.. hidup ku aman, ayem. Ini bukan masalah uang atau materi yang aku dapet.. Bukan...


Ini masalah, bagaimana aku enjoy di dunia ku ini sekarang, aku ngerasa pas banget… Aku ngerasa.. semua.. sekarang.. cocok aja sama hati ku..

Walau pertama kalinya nggak sejalan sama keinginanku, saat ini aku bener-bener bersyukur bisa exist di bidang yang aku tekunin sekarang..

Coz aku tau, banyak temen aku yang nggak enjoy sama kerjaannya..
yang nggak puas, coz
effort and achivement yang mereka dapet, nggak balance..

Aku jadi mikir.. kira-kira apa hikmahnya tidur tengkurep ya?

Mungkin hanya Tuhan yang tau.. dan aku juga nantinya sih pasti tau, asal aku bersabar dengan waktu..

Mungkin.....dengan tidur tengkurep... aku bisa jadi wanita yang lebih kuat....

Hahaha.. Jaka sembung naek ojek dong… (Gak nyambung dooong...)

Who knows then?
We can only see after..


Maha besar Tuhan yang tidak bersedia memberikan kepada makhluk-Nya cara-cara untuk mendapatkan pengetahuan tentang-Nya kecuali lewat ketidakmampuan untuk mencapai pengetahuan tentang-Nya


*Untuk seorang teman, yang memiliki segala tapi tidak cukup puas dengan hidupnya*

READ MORE - Tidur Tengkurep

Rabu, Oktober 28, 2009

Harta, Tahta dan Neraka


Hantaran cahaya lemah milik rumah-rumah penduduk dan villa-villa tua di bawah sana menyapa sendu seolah-olah rindu. Angin dingin musim kemarau yang lumayan sinis ... mengiris, tanpa permisi lewat ke wajah, pelupuk mata lalu ke tengkuk belakang tanpa harus berucap sayang.


Cangkir kopi ini masih aku pegang tanpa niat. Aku mulai lupa bagaimana rasa kopi ini, karena setengah jam yang lalu aku sengaja biarkan aromanya berlomba ke angkasa.


Tempat ku berdiri disini sunyi, sesunyi hati yang sedang merimis. Kabut nampak mulai turun perlahan kemudian tiba tiba menebal, menghilangkan jarak pandangku pada lampu yang berkedip sayu di deretan rumah penduduk di daerah sebelah utara kota Jogjakarta.


Kadang aku berpikir, apa jadinya aku tanpa hari ini? Apa jadinya aku tanpa bulatan cinta penuh disetiap seduhan kopi yang sedari tadi enggan aku cicipi? Ah it doesn’t matter. Aku tetap orang yang sama. Nggak ada yang beda. Seberapapun cepatnya waktu berlari, aku masih ada disini.


Beberapa waktu lalu ada seorang kawan lama (sebut saja Sarah) ber-say hi lewat media chat di FB. Dia berkata, “Emmm...hidup loe masih gitu2 aja...”. Setelah sebelumnya bertanya kabar tentang diriku, dan kujawab pertanyaannya dengan cerita (yang menurutku) manis tentang suami dan anak-anakku serta kesibukanku sehari hari.


Well, entahlah, tapi perkataan sederhana itu mengusik sekali. Hm.. seperti apa ya? Sampai-sampai aku harus memikirkan beribu kali tentang perihal bagaimana dia bisa berkata hal nista kayak gitu.


Kata mas Emha Ainun Najib: ada kesombongan orang berkuasa, ada kesombongan orang kaya, ada kesombongan orang pandai juga ada kesombongan orang saleh. Nah mungkin masalah tadi bisa jadi salah satunya.


Seperti ada justifikasi inklusif bahwasanya jika semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin menumbuhkan perasaan lebih unggul dan lebih tinggi derajatnya sebagai manusia.


Dari situ kita semua dapat menilai bahwa pendidikan menjadi sama sekali nggak punya dasar atau memiliki efek terhadap nilai kedewasaan sosial, kerendahan hati kemanusiaan, kematangan jiwa atau demokrasi kebudayaan.


Sebenarnya jika ditelaah lebih dalam, semakin hina dan rendah jiwa seseorang, maka akan semakin tinggilah kebutuhan mereka untuk memperhinakan sesamanya. ( Katanya sih, secara psikologis memang demikian formula survival kejiwaannya ). Amit-amit (lantas ketok-ketok meja).


Tapi, aneh....dalam kondisi yang luar biasa asem bin kecut hatiku gini, entahlah, aku malah menemukan suatu kelegaan tersendiri. Aku makin merasa berjalan ke arah titik terang dalam mencari some way out to chase a freedom to liberate my self. (wuuih!..bosone..)


Yaaa… tapi kan nggak dalam waktu sedetik “Ting!” lantas aku bisa secara otomatis beradaptasi dengan demikian cepat. Freedom isn’t free it self! you have to work hard to free your freedom.


Dan untuk mencapai kebesaran diri sendiri, mulailah dari tempat dimana kita berada sekarang, gunakan apa yang kita punya, dan lakukan apa yang kita bisa.


Outputnya jangan hanya SDM yang cuma bisa tanya ke temannya:
"Woy... mobil loe apa sekarang?!”
"Rumah loe di estate/cluster mana?”
"Loe keluar negeri dah kemana aja?”


Kembali teringat, bahwa kata ”berbakti” ( atau bahasa jawanya BEKTI ) pada saat sekarang memang sudah punah. Dipunahkan oleh kata dignity, harga diri....serta, harta, tahta, dan neraka.



* Ampunilah dosa kami, ya Tuhanku....

READ MORE - Harta, Tahta dan Neraka

Sabtu, Oktober 24, 2009

Guru Kehidupan


Di siang yang panas dalam bus Trans Jogja.....

Ada seorang bapak naik dari halte Malioboro. Dia mengenakan topi dan baju lecek basah oleh keringat disekujur tubuhnya. Sepatu yang dikenakannya terlihat bolong pada bagian depannya.
Di tangan kiri si bapak ada buku mewarnai bergambar anak laki-laki berpeci dan anak perempuan berjilbab. Karena bus penuh penumpang (maklum hari libur), bapak tadi cuma berdiri sambil memegang sepeda mini yang kelihatannya sih, menurut aku nggak baru lagi. Tapi seluruh body sang sepeda ditutupi plastik. Semua orang di sekeliling si bapak tadi menggerutu. Kurang lebih gara-gara sepeda si bapak makan tempat dalam bus - yang penuh sesak dan berjalan lambat itu - pastinya.

But it doesn't matter, si bapak terlalu memperhatikan sepeda mini itu, sambil berulang kali mengelap- ngelap (mungkin) debu yang menempel di plastik sepeda mini itu.

Batinku, betapa cintanya bapak itu dengan anaknya. Berpeluh, berdesakan, pulang membawa hadiah untuk anaknya. Berharap menerima lengkingan kegembiraan dari mulut mungil anaknya saat mereka mendapati bapaknya membawa kado spesial yang barangkali, buat orang kebanyakan, tak seberapa itu.

Ah, aku jadi senyum-senyum sendiri membayangkannya. Teringat dulu, ketika bapakku melakukan hal serupa dengan bapak tadi. Membelikanku sebuah sepeda, sepeda balap lagi!. Soalnya aku inget, bapakku belingsatan nyari-nyari sepeda balap warna hijau (warnanya harus ijo, request maksa dariku) di toko-toko di sekitar Glodok. Gara-garanya aku ngancem gak mau makan kalau gak dibelikan sepeda balap, sepeda balap yang harus warna hijau ( padahal kan nggak mungkin juga aku mampu mogok makan :p )

Ketika aku SMA dan mendadak ada acara kerohanian di sekolah dimana pesertanya harus memakai baju muslim (mengenakan jilbab), bapakku tunggang langgang cari jilbab di pasar Tanah Abang sendirian saja, demi diriku yang malu pergi ke acara tsb bila tidak pakai jilbab. ( Ya Allah lapangkanlah kuburan beliau...)

Seingetku dulu kata kakak-kakak dan saudara-saudara yang lain, bapak pasti nyerah dan mau saja nurutin permintaanku yang (asli) sok najong dan nggak banget ituh, hahaha....Wah, betapa laki-laki mampu berubah secara demikian significant demi cintanya kepada anak-anak mereka.
(terangkanlah kuburannya, Ya Allah yang Maha Pengampun...)

Tapi ntar dulu... Gak berapa lama, setelah diriku senyam-senyum sendiri, aku terusik. Aku mendengar mas-mas ganteng (necis dan trendy plus wangi itu) yang berdiri di sebelahku bilang, "Bapak itu nggak sadar banget sih kalo dia menganggu ketertiban umum??Ini kan bus AC", sambil akhirnya melengos. Aku, sambil menampakkan muka yang manis banget (baca: geregetan) , ngelirik ke mas-mas ganteng tadi, sambil mbatin.."Ya, Allah...please not again..."

Entahlah, aku selalu bertemu orang-orang yang seolah mereka sepenuhnya ainul yaqin jika mereka fully-equipt, well-educated, untouchable, dari kasta mulia, serta tau dan mengerti betul secara detail tentang segala aturan kemanusiaan.

Audzubillahiminassyaiton, lirihku. Benar kata guru ngajiku, jangan membayangkan setan itu dimana, bayangkan raimu dhewe (artinya: mukamu sendiri), karena syaithon adalah akibat dari prana/energi negatif yang kita ciptakan sendiri, yang membangkitkan proses sosial destruktif baik secara fisik ataupun secara kejiwaan.

Lantas, setelah itu, berputar-putarlah pertanyaan yang ingin sekali aku tempelkan di jidat mas-mas ganteng yang wangi tadi, " Hey!! Menurut loh, apakah kesopanan seseorang, kenecisan penampilan seseorang, identik dengan realitas moralnya???". Namun, kata-kata indah yang hampir saja keluar dari mulutku, hanya mampu sampai ke hati saja.
Muke gile!. Ternyata mas-mas ini masih bermasalah dengan tampilan luar seseorang. Hmm..masih sakit mentalnya.

Seseorang, supaya mulia dimata masyarakat, harusnya terus menimba ilmu lewat perilaku. Melakukan 'tapa prihatin' dengan tujuan mencapai keperkasaan, mengurangi makan dan tidur. Lalu, kita juga dapat melatih bathin agar mampu menangkap kepekaan serta tanda-tanda di sekitar kita, agar kita jangan hanya mampu untuk sekedar menjalani hidup secara kaku, melainkan mampu "hidup" luwes.

Seorang kawan, sebut saja om Jabrik, kemarin bilang padaku, "aku ingin menjadi bodoh dan bebal, karena makin sedikit aku tahu...aku akan makin bahagia".

Analoginya, bisa jadi seperti anak kecil yang selalu bahagia-bahagia saja, pergi main, berlari-lari, belajar menggambar yang disukai, jikapun akhirnya capek, dia lalu akan minum susu sebelum akhirnya tertidur. Dan seterusnya: mengalami pengulangan yang serupa.

Aku sebetulnya agak tergelitik dengan pernyataan si om yang jabrik tadi. Sejauh yang kukira, tidak harus berhenti pada kerelaan--kerelaan untuk menjadi sedikit tahu (tidak paham) terhadap hidup agar menjadi bahagia.

Ada sesuatu yang lain, yang dapat membuat kita lebih bahagia jika kita bersikeras untuk tahu dan memahami aliran hidup. Well, nggak harus 100% paham, aku yakin 10% pahampun sudah cukup.

Yah, sederhana saja, seperti saat kita memahami kerelaan sang bapak tadi, memanggul-manggul sepeda di siang yang terik demi kecintaannya terhadap anak. Jika saja mas-mas ganteng tadi merasakan keindahan-keindahan itu. Hmm....

Padahal, menurut riwayat, Nabi Khaidir - Sang guru kehidupan, hadir kepadamu dengan suatu jenis performance yang kau benci, kau usir, yang kau tolak tadahan tangannya. Hmm, gimana mau dapat ilmu tentang kehidupan kalau mentalnya masih retarded begitu? (pahami dong, wahai mas-mas berwajah ganteng).

Semoga Kau limpahi rahmat kepada para lelaki yang mencintai keluarga dan anak-anak mereka dengan seluruh jiwa dan raga yang mereka punya, wahai Tuhanku Yang Maha memuliakan orang-orang yang Engkau kehendaki.

READ MORE - Guru Kehidupan

Minggu, Oktober 18, 2009

Hiduplah Dengan Keberanian...


Malam kian menyerukan keheningannya, jam diatas kepalaku menunjukkan pukul 02.00 wib. Aku memandang lakilaki terkasih di sebelahku. Kebisuan diantara kami cukup lama terjalin. Lebih terasakan suasana prihatin, lebih kepada percakapan batin. Dia sibuk mengusap-usapkan wajahnya dengan lemas. Rasa cemas yang sedari tadi merantas di pikiran, tak aku perlihatkan. Aku berusaha untuk tetap tenang. Karena, kalau boleh jujur, nggak biasanya aku merasakan aura laki laki sebelahku sekelam ini.


"Kamu yang sabar ya, sayang...?". Lakilaki ini membuka percakapan. Mencoba lebih tegar untuk menguatkanku. Aku cuma tersenyum. Aku pandangi dirinya dengan perasaan penuh sesak. Antara bingung, senang, haru, ragu, entahlah...aku nggak sepasti itu untuk tau.


"Ya, namanya kan juga cobaan.." Aku tersenyum, berusaha menahan semua simpul getar di balik senyumanku itu. Menahan supaya air mata ini nggak berloncatan dan berhamburan keluar.


Dan aku sedih, sedih bukan karena ditinggal kawin, bukan juga karena lakilaki ini memberikan 'wacana' tentang poligami, tapi sedih karena untuk beberapa saat kemaren, rasanya banyak sekali hal di kehidupanku yang berubah secara drastis. Sepertinya aku merasa kalau aku nggak siap untuk menghadapi semua perubahan itu. Perubahan yang mungkin akan merubah kehidupan kami juga anak anakku. ( Allah, semoga tegar hati ini..)


Di kamar, ketika diri ini baru saja selesai mengadukan semua kesah pada Segala Pemilik Hak, entah kenapa tiba tiba, aku jadi teringat sebuah qoute di sebuah cover belakang suatu buku (lupa judulnya)...yang pernah aku pinjam dari teman...."Human always afraid of the unknwon".... (sesuatu yang kita nggak tahu pasti, apa dan bagaimana itu). Dan secara nggak sadar, kita selalu mencari konfirmasi atas ketidaktahuan itu. Kenapa? Ya..., untuk bersiap siap atas kemungkinan terburuklah. Karena kita (baca: aku) sebagai manusia normal, selalu nggak mau kedapetan hal jelek, must been always delightful things, no room for sorrow!


Kembali teringat kata kata dari seorang teman yang "Too Smart and Too Complicated" itu kemaren malam saat chatting via YM. Dia bilang bahwa keberanian yang dihasilkan ketika kamu dapat menghargai ketidakpastian. Trus, kalau kamu memiliki kepercayaan dalam kemustahilan komponen yang saling berhubungan ini tetap statis dan permanen, kamu akan menemukan diri mu, dalam arti yang sangat benar, bersiap untuk yang terburuk sementara memungkinkan untuk yang terbaik. (sejujurnya, walau omongannya too complicated bagiku, tp kyknya emang ada benarnya..)

Mungkin maksud temanku yang Too Smart itu gini ..., kamu nggak bakalan merasa takut akan apapun, jika kamu mampu mengerti bahwa semua itu memang sudah diatur. Dengan memahami jika ada sesuatu yang telah menunggu dibalik 'tikungan'. Bahwa no matter what, mau kita hindari atau nggak, sesuatu itu akan tetap disana, dibalik tikungan itu.

Dengan menerima, tanpa memperhitungkan atau mencoba menerka bahwa sesuatu kejadian itu bakal terjadi atau enggak, itu akan membuat mu memiliki suatu yang namanya 'pervasive awareness' atau kalau aku artikan secara bahasa ngasal : perasaan nyantai aja, coy... Sehingga kita mampu merasa 'biasa saja' terhadap apapun yang bakal terjadi dalam hidup ini, mau masalah nggak penting sampai masalah yang paling berat sekalipun. Why? Karena emang harus begitu kok. Bahasa Jermannya, "Yo wis, nrimo wae"....Jalanin aja, bro.


Aku inget- inget juga, dulu....Bapakku juga pernah bilang tentang hal serupa. Kalau nggak salah menyebutnya...perihal beriman kepada takdir.


Jadi, harusnya tidak ada alasan memiliki rasa takut untuk masa depan, karena kita mulai tahu, hal-hal yang tidak sepenuhnya di bawah kendali kita, so, tidak ada harapan untuk hal-hal yang sesuai dengan ketakutanmu.

Lalu apa kabar dengan “berusaha dan berikhtiar” dong?


Dalam memori otakku (diartikan: waras - semoga juga bijak), ini semua berkorelasi kok. Aku bisa kasih contoh cerita dari almarhum Bapakku tentang sebuah kisah.....kisah tentang si Mimin.

Ketika teman-temannya si Mimin bekerja dengan tujuan mencari gaji jutaan rupiah, Mimin begitu terhanyut dalam upayanya menghayati dan menjalani proses kerja sehari-hari dengan penuh nikmat dan rasa syukur, intinya Mimin percaya jika “sesuatu” telah menunggunya ditikungan situ. Perihal entah itu baik atau buruk, Mimin nggak perduli. Pokoknya Mimin pasrah aja, dijalaninya bait demi bait kehidupan dengan penuh rasa ikhlas sambil berserah diri serta menerima seburuk apapun takdir yang akan datang menyapanya.


Lalu ternyata, akibat kepasrahan dan kerja kerasnya, lama-lama, Mimin secara nggak sengaja punya gaji yang jauuuh diatas orang-orang kebanyakan. So? Mimin terpaksa kaya deh. Iya, T-E-R-P-A-K-S-A, karena niat awal Mimin sebenernya bukan untuk kaya.


Inilah wujud kerja keras yang dibumbui dengan keimanan dan kepasrahan.

Jadi memang perlu di tekankan bahwa kerja keras yang dilandasi dengan sikap PASRAH, lain dengan kerja keras karena ngangsa (emm..bahasa Indonesianya apa ya?? kok aku malah bingung mengartikannya..)

Kerja ngangsa dilandasi keinginan akan hasil besar secara kongkrit dibelakangan hari. Dengan kata lain, ada target. Yang kalau target tersebut tidak tercapai maka akan membuat kecewa.

Yah, semoga, dengan keberanian, aku akan menemukan diri menjadi bermartabat. Coz, kualitas ini adalah dasar untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan segala hal, membuat keluarga yang baik, dan menikmati cinta dan hubungan pribadi.


Tuhan memang Maha Pemberi Rahmat dan Kebaikan tiada tara.

Yaa Allah, Tuhanku, You Are so cool.




* Ijinkanku untuk mampu, wahai Tuhanku, Tuhan yang Maha memuliakan...


** Sungai yang diarungi dapat membuatmu kuat....

tapi sungai yang hanya kamu pandangi,

hanya akan melemahkan hati....



READ MORE - Hiduplah Dengan Keberanian...

Rabu, Oktober 14, 2009

Tentang Asemnya Hati dan Realitas


Menilik dari judulnya saja, sudah pasti pembaca yang budiman semua akan bermuka wiron (baca: kusut) lalu berkomentar, "Maksutnyaaa??!!"

Well of course, tulisan ini dibuat saat diriku lagi asem-asemnya... makanya rada-rada mekso..


Sebenernya sih nggak gitu juga, jadi gini loh.., disaat bingung mau nulis apa, eh ternyata ada orang yang memberi "penyulut ide" sekaligus "judul" blog ini.
Dan abrakadabra.... jadilah postingan ini... (-_-)


Hari ini aku belajar tentang sebuah hal, yaitu bahwasanya......Kekecewaan hati itu sebenarnya bisa diramal, atau bahasa teknisnya bisa di prediksi, atau konyolnya mungkin bisa dipesan jauh jauh hari jika mau sebelum 'dia' benar2 datang.

Dan hebatnya lagi, ternyata, prediksi itulah satu-satunya penawar sakit hati kita..


Karena itu, makanya, kita harus jujur sama hati kita sendiri.. karena faktanya, hati punya sensitifitas yang sangat kuat.. begitu kuat hingga kita hanyut dan gak perduli sama kebenarannya..


Intinya, seruwet apapun yang namanya benang, tetep aja bisa di urai kok..
makanya aku tetep aja so cool seperti sekarang ini…(walau hati lagi asem se-asem cuka..)


Tapi yaaa, next time.. aku.. harus lebih aware sama apa kata hati kita..


Sekarang kalo aku inget kejadian itu, aku cuma nyengir..
"ya salahku juga sih.. kenapa maksa harus dijalani.."
sehingga dengan berkata seperti itu,
masalahnya jadi kerasa nggak begitu berat..


Aku jadi inget some quotation by Charles A. Beard: When it’s dark enough, you can see the stars.. artinya: musti di-pait-in dulu baru bisa berfilosofi (itulah dirikuh…)


So, balik lagi ke konteks awal...bahwa ternyata, dengan mendengarkan hati, kita jadi bisa lebih memaknai hidup..

Sekaligus percaya….that something or somebody out there really rules..


*di sebuah sunyi paling kering, kau kirim nyanyi langit.....
aku menari, menyerentaki gerak bumi.


** Perasaan rawan hanya sendawa dalam kehidupan...selepas parade senja pulang, perasaan itu juga akan hilang..


READ MORE - Tentang Asemnya Hati dan Realitas

Kamis, September 03, 2009

Jangan Lumpuhkan Nuranimu, kawan...


Sebuah pesan masuk dalam inbox di Fb ku, kemarin :
"Tindakan yang dapat merusak moral manusia adalah tindakan2 tak bermartabat, yang di lakukan tanpa berpedoman pada kehalusan budi pekerti serta tanpa di landasi kesadaran individual yang tinggi"

Entah kenapa otakku langsung berputar secara konstan dengan frekwensi yg teratur dlm periodik tertentu (halah!! bahasanya..!) lalu menghubung2kan pesan dari temanku tadi dengan kejadian2 yang marak berlaku di masyarakat Indonesia sekarang ini.

Pelecehan satu golongan dengan golongan lain. Menyerukan aspirasi yang kebablasan dan berujung fitnahisasi yang berlebihan. Menyuarakan suara rakyat yang pada dasarnya tak mengerti apa maksudnya. Menuntut pada penguasa perbaikan sana sini tanpa peduli bahwa pemerintah punya bertumpuk2 masalah yang harus segera di benahi satu persatu. Merasa dirinya paling benar dan bermartabat, hingga berpikir dia lah yang pantas memimpin negeri ini. Hingga, jalan melawan hukum agar bisa mencapai tujuan tertentu.

Lalu, aku jadi teringat dengan kejadian tahun 1998. Ketika aku berada di tengah2 kerumunan orang yang memakai jaket almamater. Saat itu merasa bangga, karena telah menjadi bagian dari sebuah reformasi bangsa. Tak peduli mata yang perih berhari2 akibat semprotan gas air mata. Berlari2 dari kejaran aparat yang memakai baju ala 'Robocops'. Hanya demi satu tujuan, perubahan yang lebih baik di negeri tercinta ini.

Akhirnya, apa yang kita dapat? Hilangnya Timor Timur dari NKRI, penjualan berbagai aset negara dll. Kemana teman2 'seperjuangan' pada waktu itu - yang sekarang telah menjadi anggota dewan yang terhormat? Kemana suara2 lantangnya yang dulu bak auman singa kelaparan di tengah hutan. .? Suatu kesia2an yang begitu menggelikan bahkan mungkin menyedihkan. Ah, begitu naif rasanya diriku ....

Aku, mencintai negeri ini dengan segenap jiwa raga. Tapi aku juga berfikir, mungkin bangsa kita kena kutuk. Kena kutuk, akibat terlalu banyak perilaku kebinatangan yang di lakukan oleh sang manusia yang notabene 'makhluk Tuhan' yang di gembar gemborkan paling mulia.

Contoh globalnya gini deh, lihat saja reaksi dan bentukan sikap egois nan brutal suatu golongan atau masyarakat manusia yang sedang berhadapan dengan golongan atau masyarakat manusia yang lain, yang asing yang belum di kenalnya atau yang mana ia tak mau (atau malas) mengenalnya.
Sikap demikian, sama sekali nggak patut di jadikan contoh oleh suatu bangsa atau individu (bahkan oknum) sekalipun.

Meskipun era modern membawa kebaikan untuk manusia, namun secara paradoks, umat manusia itu sendiri berada dalam 'highly ultimate danger', selama orang hidup tidak sebagai manusia, tetapi sebagai binatang.
Mungkin, kegelapan di Indonesia bisa disebabkan oleh sistem struktur sosial yang memberi peluang bagi beragamnya tindakan kekerasan terhadap kemanusiaan.

Jadi teringat kata2 dari bapakku dulu, bahwa perikemanusiaan, atau kasih, atau apalah namanya, memang sepintas tampak lemah tapi kalau kita bisa memanfaatkan energi yang tersimpan di baliknya, kelemahan itu bisa berevolusi dan menjadikan kita individu yang sangat kuat.

Ingat, sempurnanya tubuh nggak pernah menjadikan jaminan atas sempurnanya jiwa. Namun bagaimana kita mau menyempurnakan jiwa kalau nggak tertinggal sedikitpun rasa perikemanusiaan di dalamnya???
Well, belum ada yang mampu menjawab tantangan ini.




*Kawan, jadi, beranikah kau berperang melawan diri mu sendiri untuk mengurangi sikap 'gegabah' kepada orang lain. Sanggupkah kau mengalahkan obsesi kehidupanmu sendiri untuk merintis peperangan2 yang at least lebih punya harga diri dan terhormat di mata orang2 terdekatmu?
Kawan, mulailah meruntuhkan tembok2 kebanggaan terhadap sifat 'merasa diri paling benar' yang kau miliki. Dan mulailah belajar mengeluarkan kata kata yang lebih bijak.


**Apapun jalan yang kita tempuh, apapun 'peperangan' yang berkecamuk dalam diri, selalu ada pilihan. Pilihan itulah yang membuat 'siapa diri kita sebenarnya'. Semoga selalu dapat memilih untuk melakukan apa yang benar....

READ MORE - Jangan Lumpuhkan Nuranimu, kawan...

Sabtu, Agustus 15, 2009

Too Smart and Too Complicated


Sebenarnya sudah beberapa tahun lalu , aku mengenal pria pendiam ini. Dia adalah teman sekelasku waktu kuliah dulu. Orangnya lebih banyak diam, dan lebih senang menghabiskan waktu di perpustakaan ketimbang nongkrong di kantin kampus bareng kami. Wajar kalau dia memang satu2 nya mahasiswa yang lulus tercepat di angkatan kami. Dia salah satu yang lulus dengan predikat 'cum laude' di kampus ketika itu, dengan IPK jauh di atas rata rata.

Perjumpaanku dengan dia terjadi pada saat kami sama2 mengikuti satu seminar di suatu tempat, minggu kemarin. Perbincangan terjadi saat 'coffee break'.
Setelah beberapa saat kami memulai percakapan, aku menemukan sesuatu yang aneh pada dirinya..

He’s way too smart and too complicated. Setiap percakapan selalu di artikan atau di jabarkan dengan symbols, enigma, expressions..
even the simple one..


Dia membuatku selalu berpikir, berpikir selama....ada deh 5 menitan ( T__T) , cuma buat mencerna kalimat yang dia katakan untuk di translate dalam otak ku...

5 minutes is wasted only to interpretate a sign from his brain wave.... sigh!...


Contohnya, pria satu ini pernah bilang sama aku:
"Jiwamu bervibrasi di satu titik dalam lintasan domain pikir yang kamu ciptakan sendiri.."
[D4mn Dude!! try to read it in a simply one inhale.. I bet you can't!!]


Kalau ada yang ngerti tunjuk tangan!!.....


Dia juga bilang kalo ternyata aku itu suka hal-hal yang paradok, [entahlah, apa maksutnyah!...]


Dia juga bilang: "Waktu hati ingin menumpahkan ekstase, tangan jadi terlalu lambat untuk ngetik sms", [artinya: jempol gue pegel nih sms-an, telpon2an aja siiiyh...] :P


Dia juga bilang, "Semua bisa mutlak dan nisbi ", [artinya: itu relatif]


Dia juga pernah bilang, "Itu cuma redaksi pujian standar, coba tolong dibuat formula pujian yang lebih berkelas dan sophisticated",
[artinya: plis deh, kalo mo muji gue nggak usah gitu, langsung aja....] ( >_< )


Dia juga pernah ngasih comment di FB teman, "Cinta selalu menawarkan kepuasan atau kebahagian.. tapi Cinta…menawarkan kematian untuk merengkuh zenithnya…",
[artinya: makanya, kalo nggak mau sakit, jangan pacaran!!]


Atau ini, " Karena kekurangan “Pasar Keteladanan” dlm komposisi tertentu..." hhh... T__T [tuh tuh tuh kan? yang itu kayaknya aku butuh 3 hari buat mengartikan..]


Fiiiuuuuhhhh [cabeee deee......]


Secara keseluruhan sebenarnya dia menarik, dan juga sangat complicated , memang... (excluding sophisticated of course).... Kelihatan kan dia punya cara sendiri untuk explore himself.


Tapi entah... Kok dengan melihat dia yang begitu, aku merasa, kalo dia terlalu kecewa sama dunia, terlalu kecewa sama kondisi yang selalu nggak men-define the riddles of his own mind
[nah aku mulai ketularan kan ngomong kyk dia?]


Hahaha... gilanya, aku jadi ngebayangin istrinya. Pasti sang istri musti bawa kamus kesana kemari kalo ngomong sama dia..


Busyeeeettt…
gimana cara orang kayak gini beromantis2 ria ya??


Akhirnya, aku jadi berpikir alangkah indahnya jadi orang dodol seperti aku yang tak perlu mencerna kata-kata karena mereka tak ada artinya apa-apa. Aku lebih senang melihat bunga merekah, kabut menggelayut, pohon pinus berbaris indah atau sawah yang menguning, dan anak-anak bermain bola sambil tertawa bebas ... ^_^



If you are enjoying a cup of coffee and you understand the bitter and the sweet of life, you will really enjoy the cup of your coffee then. So, not knowing is also a blessing.



READ MORE - Too Smart and Too Complicated

Selasa, Agustus 11, 2009

Love Jogja and U....


Dalam sebuah gerbong Kereta Api Argo Lawu jurusan Jakarta - Yogyakarta.


Jarum jam masih berada di angka 10. 10 wib.


Sudah bermenit-menit aku memandangi dinginnya kaca buram dari dalam kereta yang basah namun sama, tanpa rasa. Butir hujan yang bermain-main di luar masih bulat utuh dan tak tersentuh. Hmm, nggak ada kecemasan, nggak perlu penantian, hujan kali ini turun dengan kepasrahan yang mengaggumkan. Begitu deras, begitu lepas, namun pasrah dan begitu indah.


Entah sudah berapa ratus kali ku buka majalah wanita - yang tadi aku beli di peron stasiun Gambir. Aku bolak balik halaman demi halaman dengan perasaan nggak karuan. Pun setiap orang yang lewat, sepertinya memandang haru padaku. Well, off course, that's because I'm the one who's sitting alone there.

Sudah beberapa minggu kemarin aku hadir dan eksis kembali di kota kelahiranku, Jakarta, yang sumpek, uyel-uyelan dan nggak kalah semrawut bin macet bak neraka, ( walaupun sebenernya aku belum pernah mampir kesana :p) . Bukannya belagu, after all, aku ngerasa kehilangan sesuatu aja.

Kangen dengan suasana Jogja yang adem ayem; banyak motor - walaupun agak macet tapi tidak crowded. Kangen saat senja, melihat begitu banyak orang pulang-setelah bekerja di kota- dengan menggunakan sepeda. Pemandangan yang tidak aku dapatkan di kota Jakarta.

Belum lagi rasa kangen ku dengan suasana Bebeng-Lereng Merapi yang hampir tiap sore aku sambangi sekedar menikmati udara sejuk disana atau melihat lava merah yang turun meleleh di puncaknya. Atau sekedar berjalan kaki di seputaran Malioboro sembari menikmati sepotong lumpia. Lalu singgah sejenak di alun alun utara menyeruput wedang ronde dan jagung bakar. mmm...nikmat.

Hujan masih menampakkan keanggunannya. Derai airnya terus bergulir di kaca gerbong ini. Ada segumpal udara beku aku hirup, pun rindu yang terbawa tak membuatku bergeming menatap hujan di luar sana.

Kebenaran kadang memang sukar di pahami dan hanya bisa kita rasakan. Seperti halnya rasa yang tanpa kita sadari bertumbuh, ketika kita coba meraba dan tergagap dalam usaha mendefinisikan cinta yang bersemayam di dalam dada.

Tapi, semua nggak berjalan sebagaimana yang aku duga. Walaupun kita satu, kita masih bicara dalam bahasa dan berada pada ruang dimensi yang berbeda. Tapi aku bahagia kok, paling tidak untuk memulainya, aku buang semua standar bahasa dan dimensi duniaku, dan aku rela melakukannya.

Well, life is just like taking picture, exposes for shadow and develop for highlight.
Jadi untuk memulainya sekarang, semua bait "walaupun" tadi akan menjadi tanggunganku. Dan dengan semua ketentuan Allah bagi kita aku akan mencoba ikhlas menerima kondisi itu. Seperti yang pernah dikatakan seseorang padaku dahulu, bahwa manusia beradab adalah juga yang tahu membalas budi. Dan aku berusaha memenuhi kebaikan itu, walau agak berbeda. Aku nggak tau sama sekali bagaimana aku harus membalas semua kebaikan yang telah menyentuh lubuk terdalamku.

Bersamanya, ya, bersamanya... aku merasa jadi manusia yang lebih baik, yang ikhlas, yang percaya bahwa cinta itu memaafkan, yang mampu untuk mengakui kekalahan, yang mampu menerima keadaan, yang mampu menolong siapapun yang membutuhkan, yang mengajarkan aku untuk tetap berdzikir dan mengingat bahwa diatas langit masih ada langit.

Awalnya aku meragu. Ternyata pria sesederhana inilah, yang mampu meruntuhkan tembok itu. Sehingga pada akhirnya aku menyerah, dan menerima bahwa mencintai pada akhirnya bukanlah menjadi satu pilihan melainkan menjadi sebuah keputusan.

Laju kereta pun melambat, makin melambat seiring bunyi keras peluit kereta. Tulisan Stasiun Tugu Yogyakarta pun jelas terbaca olehku. Ah, lega rasanya sampai di jogja lagi.
Bergabung dengan kerumunan orang dan tas bawaanku, aku bergegas melangkah menuruni tangga kereta.

Tiba tiba. Disana, di ujung sana....aku melihat seorang laki laki memakai kemeja flanel kotak kotak, yang dengan yakinnya menghampiri aku. Seorang laki laki sederhana dengan bola mata yang cahayanya mampu menenggelamkan dunia ku. Yang tiap tatapannya mampu menyusuri tiap mimpi-mimpi ku selama ini. Dia melambai dengan ceria.

Dan aku, aku merasa aman berjalan disisinya. Ku harap ia juga mau meniti jalan itu bersamaku.

Tuuh, kaann...gimana gak ' Love Jogja and u '.... cobaaa.....???


*Tuhan, beri kami hati untuk menerima segala sesuatu yang tidak dapat kami ubah, beri kami keberanian untuk merubah segala sesuatu yang dapat kami ubah, dan beri kami kebijaksanaan untuk membedakan keduanya....*


Jogjakarta, Januari 1995

READ MORE - Love Jogja and U....

Sabtu, Agustus 01, 2009

Two Ways Of Live : with regret or without it....


The angel voices milik George Michael masih mendayu-dayu memanggil-manggil “Roxanne” yang seharusnya milik Sting. Café ini memang agak sepi pengunjung dibanding hari biasanya. Tempatnyapun nggak terlalu jauh dari rumah ku.


Maya masih menggenggam cairan bening berbau lembut yang sumpah, rasanya pasti menyengat ke otak lamat-lamat. Entah apa namanya. Sudah tiga gelas.... ini yang ke empat. Mata bulatnya bergerak-gerak, setengah sembab dan hampa tertutup gumpalan asap.


Belum lagi hembusan Black Slim yang baunya, asli... bikin aku pusing setengah mati. Tapi mau gimana lagi, aku pasrah aja pas mulut ini seenaknya mengatakan “Kalau mau merokok, go ahead...aku gak papa kok". Walhasil aku cuma bisa mingkem ngaduk-ngaduk lite-macchiato plus gula yang wanginya diperkirakan dapat menghapus segala lara di diriku (kalopun ada).


Aku cuma bisa lekat-lekat memandangi wajah putih Maya. Warna matanya merah, semerah mata jagoan anak ku waktu TK, Megaloman. Rambutnya yang terurai ringan, berwarna nggak jelas yang kadang hitam kadang pirang, membuat aku makin yakin, kalo Maya itu fans beratnya Megaloman.


Tatapan Maya terpaku beku dalam beningnya gelas kecil bening yang sedari tadi bermain lincah didalam genggamannya. Seperti biasa aku cuma bisa diam.


Butiran air matanya satu satu mulai jatuh.


Ponsel ku bergetar. Bojoku.


“May, gue harus pulang..” Ungkap ku pelan.


"Laki loe..?". Aku ngangguk pelan. “It’s okay, just give me a big hug like usual”.


Aku memeluk Maya.


Emang nggak gampang buat seorang Maya untuk ada diposisi: WIL, Wanita Idaman Lain, atau gampangnya wanita simpanan seorang laki-laki beristri. Menurutku Maya nggak deserve aja untuk dapetin itu semua. Dia pintar, cantik pula. Dan dunia ada di dalam genggamannya. Tapi aku juga nggak ngerti, kenapa dia musti milih jalan yang kayak gini.


Sebelumnya, dari dulu, dulu-dulu banget, sebelum semuanya jadi kayak gini, aku udah berkali-kali bilang ke Maya, “Better don’t start that fire..”. Tapi jawaban simple dan percaya diri Maya ngeluluhin rasa heran ku, “Loe tu ye, jangan terlalu serius gitu ah, gw ama dia cuman seneng hang out bareng aja kok. It’s just about having fun, I’m not taking it as my personal things.” Maya mengkodekan tanda kutip dengan jari-jarinya yang lentik. Lalu tertawa berbangga.


But look who’s laughing last.



Aku rasa emang nggak segampang yang ku kira. It’s so damn near impossible to find a good man who will gonna leave his wife, after you, which is a dessert, hidangan pencuci mulut!.


Dan setelah semua api itu terbakar, Maya cuma malu-malu memutar ragu, “I dont want you to forgive me, but I want you to understand, I simply can’t live without him”. Saat itu aku pengen banget teriak “But HE’S NOT YOURS!”.


Prinsip aku: Don’t ever get whatever things that is not yours!! It’s called STEALING! Since we’re a good people, we’re not STEALING!


Tapi mau gimana lagi, cinta itu buta. Kadang kalo udah badung dan kadung (alias telat, bahasa bojo ku), yang dimajukan bukan hati ataupun rasionalitas, melainkan nafsu setan alas. Tau deh bener apa kagaknya.


Aku jadi inget juga tentang suatu percakapan antara aku dan my beloved hubby:



Hubby: Dalam budaya Djawa, pria itu memimpin, dan wanita mengikuti.

Aku: Lalu kalau gitu, pria bisa memimpin seenaknya dong?

Hubby: Weh nggak gitu mbak. Maksutnya tuh gini, pria menawarkan langkah, dan wanita akan setuju dengan mengikuti.. dasar bolot..

Aku: (>_<)'.... biar bolot tapi kece...

Hubby: Kok Ragu gitu? Jangan Salah, bagaimanapun, mengikuti juga butuh kekuatan yang sama dengan memimpin..

Aku: Berarti keputusannya tetap di wanita ya?

Hubby: Iya dong!



Dada ku sesak, teringat Maya. Why did she choose to be so? Tapi aku tetap berusaha objektif (sesuatu disebut objektif jika ia bebas dari pengaruh perasaan, emosi atau pandangan sebelumnya).

Dan seperti apa yang dikatakan Rowena (Perfect stranger): Secret is great, until you get caught. Dan bisa ditebak, yang rugi tetap yang mengikuti, yaitu Maya. Untuk si pria sendiri (sebut saja Pak direktur Bejo), setelah semua terjadi, masih ada kemungkinan sang istri mau memaafkan segala kekhilafan Pak direktur Bejo.


Tapi coba lihat disisi lain, misalnya Maya memaksa Pak direktur Bejo untuk tetap menceraikan istrinya dan menikahi Maya, trus ternyata Pak direktur Bejo nggak mau. Semakin Maya maksa, semakin benci ajeh Pak direktur Bejo sama Maya. Dan konsekuensi lebih lanjutnya bisa ditebak lah. Maya nggak akan dapat apa-apa...


* There are two ways of live : with regret or without it...
READ MORE - Two Ways Of Live : with regret or without it....

Jumat, Juli 24, 2009

Cyber Love


Serpihan hatiku masih berkecamuk sendu pada sore yang mendung ini. Suara ketak-ketik keyboard beradu dgn suara Avril Lavigne diruang sebelah.


Tanpa berasa capek, aku baca ulang tiap baris tulisan itu. Aku persempit makna tiap katanya, aku rekonstruksi sekaligus raba kedalaman arti huruf demi hurufnya.


Kepalaku bergerak ke sisi kanan, iseng berkreatif-ria mencari telusuran rasa yang coba disampaikan pada tiap barisnya.


Kali ini aku coba gerakin kepala ke sisi kiri, mencoba mendefinisikan imaji yang aku tangkap pada pemaknaan emosi yang dijabarkan sangat lugas ditiap inti kalimatnya.


Sandra, temanku. Sedang di rundung duka nan merana yang melekat di dirinya. Ngobrol denganku via YM, Sandra cerita kalau dia telah terlibat cinta dengan temannya di dunia maya. Dengan sangat panjaaaanngg...Sandra cerita lewat tulisan yang tampil di layar LCD ku.


aahh...A Cyber Love....pikirku.


Cowok itu- sebut saja Jack. Dia begitu membetot perhatian Sandra lewat cerita2 dan tulisan2 di blognya. Begitu kagumnya Sandra pada Jack hingga dia mau saja di 'persunting' Jack untuk jadi kekasihnya hanya via YM !!.. ooalaah Gustiiii....


Dunia maya pun bagai dunia milik mereka berdua saja. Kata Sandra dan Jack, "Yang laen mah ngontraaak..!.." Hikz..


Tulisan Sandra terus berhamburan pada layar LCD ku...


Aku selalu berharap dicintai laki-laki seperti halnya Jack mencintai ku. Aku selalu berharap dipandang laki laki sebagaimana the way I am seperti halnya Jack menerima aku apa adanya. But once it happened to me, the feeling just not right, everything went so wrong.


Sandra terus menangis sesenggukan di ym, sore itu...


And finally, He hurt me so bad. Dia gak mau lagi ketemu sama aku, setelah 6 bulan kami pacaran. Bahkan untuk ketemu di Ym pun dia gak mau jawab. Jack telah mencampakkanku, dia telah membohongiku. Dia bilang akan mengunjungiku di kotaku, mbak. Tapi....ternyata.." Jack yang berjanji, Jack pula yang mengingkari..." (halah..malah dangdutan..)


Ketika Jack mengucapkan kata perpisahan yang menyakitkan bagi Sandra ( tentu saja via ym); Sandra sempat berujar: “Sungguh, kupikir semua akan menyakitkan buatku untuk sekedar mengingat dan menikmati senyumanmu dari jauh…”


Dan dalam kesendirian Sandra, untuk Jack ia menulis puisi ini.



padahal aku datang ingin mengucap rindu,
dan kau anggap aku kosong seperti hantu.
sungguh tiada bisa kau kubenci,
walau bait katamu pedih mencaci maki.


aku cuma ingin segera berlari,
menjauhi ego yang merampas kamu dari sini.
dan meminta waktu secepat-cepatnya berputar,
hingga kudapat melupakanmu secara sadar.


aku cuma ingin pulang,
agar bisa menghapusmu wajah nan usang.
mungkin sayang benar kataku,
drama ini selayaknya kita tutup sedari dulu.


walau luka ini sudah menganga berongga,
dan keujung akhirat saja membencimu ku tak bisa.
ku akan tetap berdiri menentang menyetujui perang,
kukan tebas rintangan yang menentang dengan jalang.



Tulisan itu menjadi blur di bawah lelehan air mata Sandra. Dan aku nggak tau, apakah air mata ini ngalir normal, ataukah (ironisnya) mengalir karena akhirnya Tuhan berbelas kasih untuk membiarkan Sandra merasakan sedikit ”radiasi emosi kerinduan” yang tersulam begitu sederhana, indah, sekaligus kelam, pedih dan menyakitkan pada bait bait bisu itu? Ah, aku nggak tau.


Tapi, aku percaya, jika beberapa orang memang ditakdirkan memiliki "tragic love story". Tapi itu justru barangkali Tuhan punya rencana indah dibalik semua pergulatan-pergulatan batin yang berat itu. So..??


Cinta mungkin seperti dialog Meryl Streep dalam salah satu adegan filmnya (sori..lupa judulnya) . " Perlu sebuah usaha untuk mencintai, perlu sebuah usaha untuk merasa jatuh cinta. Dan perlu sebuah usaha untuk merasa dicintai... " Tapi menurutku, yang penting adalah : perlu sebuah usaha untuk bisa menghargai.


Lalu, apa sih Cinta ?



Semua bisa mengartikan cinta dengan apa aja, tapi satu yang harus di sadari, bahwa cinta bisa datang dari hal yang sangat sederhana. Kadang seseorang merasa mampu untuk mencintai, tapi gak siap untuk dicintai. Aku rasa itu yang Jack rasain sekarang. Bahwa mencintai itu bukan hal yang mudah. Tapi karena itu bukan hal yang mudah, kita nggak boleh gitu aja menyerah. Cinta butuh di pelihara. Ternyata dibalik sepak terjangnya yang mengejutkan, cinta tetap butuh mekanisme agar mampu bertahan.


Mempertahankan sebisa mungkin apa apa yang diyakini memang baik, di tambah dengan keterlibatan Tuhan di dalamnya (dalam Islam, we called Istikharah) akan membuat perjuangan itu akan lebih punya makna.


Lagi pula apa salahnya dicoba. You wanna try??



* Tulisan ini berdasarkan kisah nyata dan ditulis kembali dengan Hiperbola oleh Tisti Rabbani , untuk 2 sahabatku yang pernah/ sedang terlibat Cyber Love...

Girls, kalau memungkinkan kopi darat dulu sebelum memutuskan utk pacaran, ya ^_^

READ MORE - Cyber Love

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Followers

©2009 Tisti Rabbani | by TRB