The angel voices milik George Michael masih mendayu-dayu memanggil-manggil “Roxanne” yang seharusnya milik Sting. Café ini memang agak sepi pengunjung dibanding hari biasanya. Tempatnyapun nggak terlalu jauh dari rumah ku.
Maya masih menggenggam cairan bening berbau lembut yang sumpah, rasanya pasti menyengat ke otak lamat-lamat. Entah apa namanya. Sudah tiga gelas.... ini yang ke empat. Mata bulatnya bergerak-gerak, setengah sembab dan hampa tertutup gumpalan asap.
Belum lagi hembusan Black Slim yang baunya, asli... bikin aku pusing setengah mati. Tapi mau gimana lagi, aku pasrah aja pas mulut ini seenaknya mengatakan “Kalau mau merokok, go ahead...aku gak papa kok". Walhasil aku cuma bisa mingkem ngaduk-ngaduk lite-macchiato plus gula yang wanginya diperkirakan dapat menghapus segala lara di diriku (kalopun ada).
Aku cuma bisa lekat-lekat memandangi wajah putih Maya. Warna matanya merah, semerah mata jagoan anak ku waktu TK, Megaloman. Rambutnya yang terurai ringan, berwarna nggak jelas yang kadang hitam kadang pirang, membuat aku makin yakin, kalo Maya itu fans beratnya Megaloman.
Tatapan Maya terpaku beku dalam beningnya gelas kecil bening yang sedari tadi bermain lincah didalam genggamannya. Seperti biasa aku cuma bisa diam.
Butiran air matanya satu satu mulai jatuh.
Ponsel ku bergetar. Bojoku.
“May, gue harus pulang..” Ungkap ku pelan.
"Laki loe..?". Aku ngangguk pelan. “It’s okay, just give me a big hug like usual”.
Aku memeluk Maya.
Emang nggak gampang buat seorang Maya untuk ada diposisi: WIL, Wanita Idaman Lain, atau gampangnya wanita simpanan seorang laki-laki beristri. Menurutku Maya nggak deserve aja untuk dapetin itu semua. Dia pintar, cantik pula. Dan dunia ada di dalam genggamannya. Tapi aku juga nggak ngerti, kenapa dia musti milih jalan yang kayak gini.
Sebelumnya, dari dulu, dulu-dulu banget, sebelum semuanya jadi kayak gini, aku udah berkali-kali bilang ke Maya, “Better don’t start that fire..”. Tapi jawaban simple dan percaya diri Maya ngeluluhin rasa heran ku, “Loe tu ye, jangan terlalu serius gitu ah, gw ama dia cuman seneng hang out bareng aja kok. It’s just about having fun, I’m not taking it as my personal things.” Maya mengkodekan tanda kutip dengan jari-jarinya yang lentik. Lalu tertawa berbangga.
But look who’s laughing last.
Aku rasa emang nggak segampang yang ku kira. It’s so damn near impossible to find a good man who will gonna leave his wife, after you, which is a dessert, hidangan pencuci mulut!.
Dan setelah semua api itu terbakar, Maya cuma malu-malu memutar ragu, “I dont want you to forgive me, but I want you to understand, I simply can’t live without him”. Saat itu aku pengen banget teriak “But HE’S NOT YOURS!”.
Prinsip aku: Don’t ever get whatever things that is not yours!! It’s called STEALING! Since we’re a good people, we’re not STEALING!
Tapi mau gimana lagi, cinta itu buta. Kadang kalo udah badung dan kadung (alias telat, bahasa bojo ku), yang dimajukan bukan hati ataupun rasionalitas, melainkan nafsu setan alas. Tau deh bener apa kagaknya.
Aku jadi inget juga tentang suatu percakapan antara aku dan my beloved hubby:
Hubby: Dalam budaya Djawa, pria itu memimpin, dan wanita mengikuti.
Aku: Lalu kalau gitu, pria bisa memimpin seenaknya dong?
Hubby: Weh nggak gitu mbak. Maksutnya tuh gini, pria menawarkan langkah, dan wanita akan setuju dengan mengikuti.. dasar bolot..
Aku: (>_<)'.... biar bolot tapi kece...
Hubby: Kok Ragu gitu? Jangan Salah, bagaimanapun, mengikuti juga butuh kekuatan yang sama dengan memimpin..
Aku: Berarti keputusannya tetap di wanita ya?
Hubby: Iya dong!
Dada ku sesak, teringat Maya. Why did she choose to be so? Tapi aku tetap berusaha objektif (sesuatu disebut objektif jika ia bebas dari pengaruh perasaan, emosi atau pandangan sebelumnya).
Dan seperti apa yang dikatakan Rowena (Perfect stranger): Secret is great, until you get caught. Dan bisa ditebak, yang rugi tetap yang mengikuti, yaitu Maya. Untuk si pria sendiri (sebut saja Pak direktur Bejo), setelah semua terjadi, masih ada kemungkinan sang istri mau memaafkan segala kekhilafan Pak direktur Bejo.
Tapi coba lihat disisi lain, misalnya Maya memaksa Pak direktur Bejo untuk tetap menceraikan istrinya dan menikahi Maya, trus ternyata Pak direktur Bejo nggak mau. Semakin Maya maksa, semakin benci ajeh Pak direktur Bejo sama Maya. Dan konsekuensi lebih lanjutnya bisa ditebak lah. Maya nggak akan dapat apa-apa...
* There are two ways of live : with regret or without it...