Minggu, Juli 05, 2009

Tentang Kepasrahan....


Aku adalah tipe orang yang seringkali ngerjain hal-hal yang nggak biasa, yang kalo kata temen ku dari Malaysia: tak mencabar alias nggak mutu. Misalnya: bikin note sendirian di hp saat sedang nunggu anak di sekolah sambil ngikik nggak karu-karuan, Hahaha, mirip orang nggak waras (baru mirip lhooo).

Aku orangnya memang gampang excited sama apapun yang menurutku baru dan asing, walaupun menurut Santi, adikku, Aku lebih terlihat hyper-lebay dan norak bin kampungan dibanding keliatan “so much excited”.

Anyway, semakin aku ketemu hal baru, aku menjadi semakin pandai untuk mengerti dan memahami tentang hidup. Dengan kata lain, aku lebih bisa memaklumi perbedaan. Seperti ada seorang 'guru invisible' yang mengajarkan nilai hidup yang sama sekali baru buat ku, yaitu menjadi MAMPU untuk tidak sepenuhnya menyetujui, tetapi bisa menerima. Mempertanyakan, tapi bisa mengerti.

Rasanya luar biasa unik untuk bisa mengenal lalu mempelajari tata cara yang datang dari sisi berbeda yang begitu luar biasa berwarna warni, kadang jungkir balik, sering bikin deg-degan, banyak tikungan tak terduga—mirip roller coaster.

Pengalaman paling seru , suatu kali aku mau sholat di sebuah mall yang megah di Jakarta. Di agama ku, sebelum sholat, wajiblah kita berwudhu. Ada bagian-bagian tertentu dari tubuh yang harus dibasuh dengan air dan pastinya pake acara buka sepatu.

Gara-gara buka sepatu, mau wudhu, aku pernah dong, dimaki-maki pake bahasa Inggris campur Indonesia sama seorang artis cantik di lavatory (lavatory itu sodaranya rest room/toilet). Untungnya, aku berpuasa pada saat itu-jadi nahan sabaarrrrr...yang luar biasa. Aku sambutlah alunan alto (highest voice part) dari sang artis cantik berdandan menor itu pake tampang cengengesan ku yang asli dodol (baca: cantik) banget. :p

Awalnya aku merasa marah . Kok mau ibadah rasanya susah banget padahal ini di negara sendiri, saat bulan Ramadhan lagi, dan jelas aku tahu artis cantik berdandan menor itu juga beragama sama dengan ku. Sambil muangkel, aku curhat pada suami tercinta. Setelah cerita sampe muncrat-muncrat, suami ku malah ketawa, “mbak (-panggilan sayang suami padaku-), marah itu perlu, jika demi kebaikan.” Aku masih manyun. Wani ngalah, luhur wekasane – yang berani ngalah, budinya lebih luhur, suami ku melanjutkan. "Ibadah itu pengabdian, salah satu bentuk pengabdian adalah mengutarakan rasa bersyukur, kepasrahan, dan penyerahan secara ikhlas". Aku masih aja merengut. "Kamu harus paham, bahwa kepasrahan dan penyerahan secara ikhlas adalah sesuatu yang sangat wajar dan normal. Bukan berarti kalah, bukan juga mengalah. Pasrah itu menerima".

Mulanya aku nggak ngerti, suami ngomong apa. Tapi seiring waktu, berasa ada sesuatu yang tumbuh dihati ku. Nggak disangka, suami ku sangat mengerti cara membalut kemelut dengan begitu indah. Gamblang menjelaskan, tanpa membagi kecemasan. Aku pun dapat memahami walaupun dalam diam dan kesendirian.

Sebenarnya sederhana: tulang itu keras, harus keras maka ia bernama tulang, dan kerasnya tulang tidak bisa diterjemahkan menjadi “tulang adalah pro kekerasan”.

Begitu juga denganku dan amarahku. Aku yang mengeluh tentang sulitnya melakukan ibadah di negeri sendiri.

Saat itu; Yang aku pikir hanya kata: "Pokoknya". Pokoknya aku berprinsip, ibadah itu harus lengkap dan genap, sholat yang harus begini, dan wudhu yang telah ditetapkan begitu. Makanya aku marah saat segalanya aku rasa kurang: Wudhu yang nggak berbasah-basahan dari kepala sampai ujung kaki, atau sholat tanpa rukuk dan sujud.

Aku berusaha menarik benang merah, bahwa semua itu nggak akan sulit jika kita mau lebih berserah diri dan pasrah. Pasrah itu bukan mencari, tapi menerima. Pasrah itu bukan menentang, tapi berpegang. Pasrah itu bukan kehilangan, melainkan keikhlasan.

Dari situ aku mulai sedikit memahami dan mencoba meresapi bahwa sesungguhnya aku harus percaya bahwa Tuhan adalah Dzat Yang Maha Pengertian dan Maha Pengampun.

Dan aku sadar, kesempurnaan wudhu dan gerak sholat yang selama ini aku tetapkan, adalah pertanda kesombongan ku bahwa selama ini aku tidak percaya bahwa Tuhan itu Maha Pengertian dan Maha Pengampun, bahwa selama ini aku tidak meyakini sedalam-dalamnya bahwa Tuhan memiliki kesempurnaan atas sifat Maha Pengertian dan Maha Pengampun.

Inilah rasanya menjalani ibadah tanpa memahami apa yang dijalani. Merasa menyembah, tanpa mengenal kemuliaan yang disembah. Sungguh membutakan.

Langit malam masih merembang, biru menghitam dan bintang-bintang lugu, malu-malu, bermunculan dalam diam. Menghela nafas, aku menutup mataku, berusaha menangkap angin yang terasa menusuk dan dingin.

Masih banyak ilmu tentang kehidupan yang aku nggak paham, atau mungkin belum mengerti. Ah, betapa masih dangkalnya pemahaman ini.



26 komentar:

buwel mengatakan...

ehhhmmm mampir dulu ajah ya, moga ntar malem bisa ke sini lagi...keknya tulisannya berat....heheehheehhehe

^3^ mengatakan...

ehm...nice post mbak , betul kata suami mbak . CUman susahe eram ... :)

ana mengatakan...

Dalam banyak-banyak ilmu yang kita pelajari mungkin, lebih banyak yang kita tak fahami. Dalam jauh-jauh kita mencari, ada kalanya terjumpa di depan mata sendiri. Wallahu'alam.

Mbak, menulis itu harus dari hati yah? :)

newsoul mengatakan...

Seandainya semua orang bisa menarik benang merah dengan bijak.....maka dunia ini akan adem ayem, hehe. Mempertanyakan tapi memahami, tidak menyetujui tapi bisa mengerti, dll. Pasrahmu menetramkan dan menyejukkan. Mantap mbak tisti.

buwel mengatakan...

maaf mampir dulu lagi...sorry belum sempet mbaca...lagi nggak konsen

buwel mengatakan...

woooowww setelah maksa pasrah untuk konsen ......indah banget mbak artikelnya.....siiip dalemmmm n penuh pesan....suami mbak ustadz ya....

buwel mengatakan...

yang buwel tangkep 'pasrah' adalah berusaha keras menjalani hidup dengan berpegangan pada hukum nya dan selalu ingat bahwa semua itu adalah karunia nya yang indah

sofia mengatakan...

uwah. suami yg baik untuk mbak yg baik :)
btw, tak mencabar. hehee. bhs mly tuh mbak tisti :)

attayaya mengatakan...

wah tega-teganya ngambil wudhu kena marah artis

Tisti mengatakan...

@ buwel > jatahnya midnight ya, wel....
@ ^3^ > iya, makasih ya mas trie... :)
@ Ana > setuju...tp kadang mata hati kita tdk/belum terbuka melihat pelajaran yg di berikan oleh kehidupan ya :)

@Newsoul > iya, makasih mbk Elly
@ Buwel (lagi) > bukan kok, suamiku bukan ustadz..hehehe hanya seorang 'guru kehidupan' bagi seorang Tisti...

@Sofie > kan ikut bahasa mly nya kamuuu..hehehe
@Attayaya > nasib lagi apes wkt itu....gak mau lagi dah..!!

nietha mengatakan...

beribadah saja susah??aku pernah lo mbak dilarang menggunakan waktu buat shalat. sehari kerja, aku langsung resign.peraturan yang ga masuk akal..

ajieee mengatakan...

aduh jangan pasrah gituh donk

buwel mengatakan...

masya alloh.....nietha...nietha....moga nggak kejadian lagi ya...

buwel mengatakan...

nyoba gambar mbak...

ajieee mengatakan...

hehehhe saya mampir lagi

reni mengatakan...

Mbak, keren banget tulisannya. Duh, adem ya mendengar nasehat dari suami.
Ternyata dalam hidup memang penuh dengan pelajaran berharga.
Semangat utk terus sharing ya ?

Tisti mengatakan...

@Nietha > Waduh, Nieth.. serem juga ya kalo gini...berarti bosmu itu ..melanggar kebebasan orang lain utk beribadah...

@Ajee > pasrah its okay..kan bukan berarti kalah...hanya belajar ikhlas kaann.. :)
@ Buwel > itu bentuk asli dirimu ya Wel..?
@Reni > sama2 mbak, mdh2an terus bisa semangat... makasaih mbk Reni :)

mocca_chi mengatakan...

katanya belajar it ga mengenal umum, iya ut kehidupan aku setuju. mari belajar breng bareng mbakk ^ ^

Fanda mengatakan...

Hidup memang pembelajaran terus menerus untuk menjadi manusia yg lebih baik.
Btw, awardnya sdh diambil, mbak? yg disini: http://bukufanda.blogspot.com/2009/07/tak-kenal-maka-tetap-sayang.html. Cuma ngingetin...

tisti mengatakan...

@mocca > bener, yuuk belajar bareng2.. :)
@Fanda > setujuuu... Oke Fanda langsung meluncur ke rumahmu nih, aku mau ambil awardnya makasih ya say :)

hari mengatakan...

indahnya wudhlu..
membasuh amarah dengan kesabaran
menjaganya agar tetap berada pada kesucian yang hakiki
membersihkan hati..

attayaya mengatakan...

selamat siang bu menteri

inuel mengatakan...

mbak tisti,aku semakin kecil mebaca artikel ini,sungguh dangakal pula pengetahuan ku tentang kehidupan,mba aku kan belajar pasrah,belajar ihlas,belajar menerima,trimakasih sharingnya mba! :)

Busana Muslim muslimmode mengatakan...

kita memang masih jauh ...kepasarahn & keikhlasan..hrs sering2 ada yg mengingatkan. aku.. diingtaka lagi. Makasih ya

Marshmallow mengatakan...

mbak, aku terdampar di tulisan lama ini. jadi ingat, saat masih di negeri orang yang jauh dulu, aku dan teman-teman biasa mengambil wudhu di lavatory. berbagai macam pandangan dilemparkan orang pada kami yang sedang berwudhu, namun nyaris tidak ada yang menghina atau menghakimi. banyak juga yang bertanya ingin tahu, kemudian menunggui hingga selesai. dan karena keterbatasan tempat sholat, sering juga baby's room kami jadikan sebagai tempat sholat. atau di taman dll. ternyata toleransi mereka yang notabene tidak seagama sungguh tinggi terhadap ibadah.

komentar ini OOT sekali, ya? tapi aku memang tertarik merespon aksi sang artis cantik kepada mbak tisti. bener kata si mas, yang berani ngalah insya allah lebih berbudi luhur.

mishbah@bisnismudah mengatakan...

wahh mantepp bgt..!
kayanya harmonis bgt dech keluarga mbak..
adem gitu kesanya.,
Rahmatullah 'Alaikum..

Posting Komentar

Tulislah komentar, walau hanya satu kata....
^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Followers

©2009 Tisti Rabbani | by TRB